Cokelat Panas dan Obrolan Masa Lalu

Sesekali perempuan itu berpikir bagaimana jadinya jika ia bertemu kembali dengan seseorang dari masa lalu. Entah apa yang akan dia katakan padanya, entah akan seperti apa raut wajahnya. Mungkin dia akan menyembunyikan kenyataan bahwa bertemu lagi sebenarnya membuat lukanya kembali menganga. "Aku harus tertawa." katanya.

Pagi ini ia bergegas mandi. Perempuan itu tidak ingin membuat dia menunggu terlalu lama, atau bahkan melewatkan kesempatan yang ada. "Ini tidak akan ada lagi, pekerjaan rumah lain kali saja", pikirnya. Dan disinilah sekarang perempuan itu, duduk menunggu diantara orang-orang yang berlalu-lalang di salah satu jalanan kota. Lama. Sepuluh menit menunggu, rasanya ada yang salah, harusnya dia tak pergi kesana, tapi sekali lagi... ini hal yang dia inginkan sejak lama. "Tak apa, aku akan bersabar sekarang," batinnya.

Rasanya seperti sedang berhalusinasi, ketika perempuan itu melihat seorang lelaki berjalan ke arahnya. Sadar ia menemukan perempuan yang dicari, si lelaki melemparkan senyumnya. Masih senyum yang sama, setelah hampir dua tahun lebih tak jumpa. Perempuan itu beranjak dari tempat duduknya, balas tersenyum sambil tak henti menenangkan degup di dadanya. Rasanya ada yang menyesakkan.

Si lelaki mengajak perempuan itu pergi ke kafe terdekat, memesan kudapan yang entah sejak kapan menjadi favorit mereka berdua. Obrolan pun mengalir dari sudut meja di kafe itu. Cerita-cerita tentang pekerjaannya, kehidupannya juga masa lalunya. Sesekali perempuan itu menatap ke dalam mata si lelaki. Membuatnya semakin menyesali keputusannya di masa lalu karena tak cukup banyak bersabar.

Aroma cokelat panas menyeruak di sudut meja. Perempuan itu menyesap minumannya. Berharap secangkir cokelat panas bisa membantunya mengumpulkan serotonin yang susah payah ia keluarkan.



Yogyakarta, 18 Juli 2019
12.05 WIB

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menenggelamkan Senja